EVENT LOMBA POSTER DAN SEMINAR ANTI KORUPSI MEMBUKA KERJASAMA SPONSORSHIP hub: 031-78189905/ 031-77652411/ 08573 0469 111 email: merdekacreatipe@yahoo.co.id

08 Februari 2009

Miskin di Tanah Surga

Ini tanah surga, begitu kata Koes Plus. Kesurgaan itu terletak pada ‘tongkat kayu dan batu’ jadi tanaman. Tapi kenapa warga miskin tak kunjung surut dan kelaparan masih saja terjadi di negeri ini? Kita memang masih mencari jawab, mengapa hidup di ‘tanah surga’ kok masih bisa kelaparan.


Jika mau jalan-jalan menyusuri desa dan kampung di negeri ini, tergambar sebuah skema yang memberi kesan, ada faktor-faktor tertentu penyebab rakyat tetap miskin dan kelaparan. Itu karena ganasnya alam, karena malas, dan ada pula karena sempitnya lapangan kerja.

Untuk kategori pertama dan kedua saya temui di Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Daerah ini berbukit-bukit, tandus, dan curah hujan per tahun hanya tiga bulan. Jika musim hujan yang pendek itu tak cepat dimanfaatkan, hampir pasti kelaparanlah buahnya.

‘Kurang makan’ di daerah ini sudah seperti rutinitas. Itu tak cuma saat dijajah Portugis, Belanda atau setelah merdeka di bawah payung Negara Indonesia. Yang membedakan, saat penjajah dan Orde Baru menguasai daerah ini kabar itu tak terberitakan, tapi ketika Orde Reformasi, warta itu mengalir bak air bah. Santer sekali.

Kelaparan itu di-blow-up habis-habisan. Para politisi besar perhatiannya. Peristiwa yang bagi warga setempat jadi persoalan lumrah itu mencuat ke permukaan. Kelaparan itu berubah jadi pedang tajam. Menebas kepala siapa saja yang diinginkan. Adakah dengan begitu rakyat setempat terbebas dari kelaparan? Ndak juga tuh !

Kelaparan masih laten terjadi di kabupaten ini. Tanda-tandanya gampang dikenali. Jika musim kering tiba naiklah di perbukitan. Dari ketinggian ini akan tampak, adakah asap mengepul dari lopo-lopo (rumah khas setempat) yang dihuni warga itu. Jika tidak kelihatan asap, itu sinyal, bahwa warga yang menempati rumah itu perutnya sedang keroncongan.

Tapi mengapa ‘musik keroncong’ jadi irama rutin? Itu selain faktor alam, ternyata juga faktor manusianya. Warga di daerah ini terbilang malas. Kalau musim hujan tiba, mereka acap menikmatinya dengan jalan-jalan dan berhibur ke pasar. Itu yang membuat Pieter Alexander Tallo kala menjabat sebagai bupati daerah ini menerapkan kebijakan ‘yang tidak manusiawi’.

Sang Bupati yang kemudian menjabat sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timor (NTT) dan sekarang sudah pensiun itu melakukan ‘Operasi Cinta Tanah Air’. Jika musim hujan tiba, Sang Bupati dan aparatnya keluyuran di jalan-jalan dan pasar.

Jika berpapasan dengan lelaki warga setempat distop dan ditanyai alasannya jalan-jalan dan ke pasar. Kalau jawabannya untuk lihat-lihat, maka tanpa kompromi warga itu ditangkapnya. Disuruh buka mulut, dipaksa makan tanah, dan kemudian diguyur air.

“Saya Putra Timor. Saya tahu watak mereka. Saya tak ingin kemalasan ini jadi budaya. Saya tak rela warga saya terus-terusan kelaparan akibat sikap malas itu,” kata lelaki yang akrab dipanggil Piet Tallo itu saat kebijakannya diprotes.

Namun benarkah jika ‘budaya malas’ itu terkikis negeri ini akan gemah ripa loh jinawi seperti suratan Empu Tantular dalam Sutasoma? Rasanya kok tidak serta-merta begitu. Sebab ada dua faktor lain yang justru menjadi kunci menuju kesejahteraan dan kegemilangan itu di hari depan.

Pertama adalah tersedianya sumber alam dan energi. Dan kedua penguasaan teknologi. Tanpa dua ‘kekayaan’ ini, sebuah bangsa akan hilang dalam percaturan global. Tak hanya miskin, tapi juga hina dina plus papa.

Tapi bersyukurlah, bangsa ini masih punya masa depan. Itu karena kita punya sumber alam dan energi yang melimpah. Hanya, karena teknologi masih jadi ‘ilmu langka’, maka sementara waktu harus sabar dikadali bangsa lain dan bangsa sendiri yang jadi makelar asing. Tapi sampai kapan itu?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Dasar Pemikiran Kegiatan Lomba Poster dan Seminar Anti Korupsi 3 - 28 Maret 2009

dari korupsi ke korupsi... “Korupsi menghancurkan supremasi hukum, melemahkan tatanan pemerintahan, menggerogoti sendi-sendi demokrasi dan merusak moral bangsa.” (Susilo Bambang Yudhoyono – Presiden Republik Indonesia) “Hukum mati koruptor” (Antasari Azhar – Ketua KPK) “Saya adalah koruptor. Sebagai koruptor saya bangga akan keberadaan saya. Saya adalah koruptor terhormat. Tidak ada yang berani melawan saya, sebab jika mereka melawan saya, saya akan membagikan hasil korupsi saya kepada mereka. Dengan demikian secara bersama kita telah ikut andil untuk melestarikan korupsi. Korupsi telah menjadi bagian dari republik ini, bagian dari identitas bangsa.” (Teater monolog; Jadilah Koruptor -Butet Kertaradjasa - Seniman) ”Kerjaannya tukang buat peraturan. Bikin UUD, ujung-ujungnya duit” (Slank; Album Anti Korupsi- Artis) “Lebih baik makan tanah, daripada makan hasil korupsi” (MERDEKACREATIPE- Tim kreatif Harian Merdeka Perwakilan Jawa Timur) LATAR BELAKANG Maraknya kasus korupsi yang bergeming dalam akhir-akhir ini, diyakini telah menjadi budaya bangsa Indonesia. Budaya dalam pengertian luas, yakni nilai-nilai yang mempengaruhi cara pandang dan perilaku dalam segala aspek kehidupan; politik, ekonomi, dan sosial. Secara dominasi, bidang politik memiliki mimbar dan pengaruh yang kuat dalam peradaban bangsa dan negara Indonesia ke depannya. Empat bulan ke depan (April 2009) akan digelar pemilihan umum legislatif di tingkat daerah atau pusat di seluruh penjuru. Momen ini bertujuan melahirkan para politisi, penguasa dan pemimpin atau wakil rakyat yang akan menduduki kursi jabatan. Dalam kaitanya, MERDEKACREATIPE sengaja ingin menggugah hati nurani para pemimpin atau penguasa dan wakil rakyat terpilih untuk tidak berkorupsi bahkan berani memberantas kasus KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) tanpa diskriminatif. Di lain pihak, MERDEKACREATIPE juga bermaksud memberikan wadah sekaligus menyuntikkan serum anti korupsi kepada generasi muda sejak dini. Adapun serum yang dimaksud di sini adalah pendekatan terhadap publik melalui media visual berupa poster anti korupsi yang dilombakan untuk pelajar dan mahasiswa. Hasil karya tersebut akan dipamerkan dan dipublikasikan sebagai bentuk kampanye anti korupsi. Dan dalam pengembangan, agar kampanye anti korupsi ini benar-benar diilhami, maka MERDEKACREATIPE juga menggelar seminar sehari dengan tema yang sama. TUJUAN Lomba poster dan seminar ini bertujuan menjadi media aspirasi antara pelajar, mahasiswa, para calon wakil rakyat di Pemilihan Legislatif 2009 pada khususnya di Jawa Timur, masyarakat umum/sipil, dan tentunya lembaga-lembaga atau instansi negara atau departemen pemerintah yang selama dinilai sarat akan korupsi, seperti BMUN, Kejaksaan, kepolisian, pemerintahan sipil. VISI DAN MISI Visi Melawan dan memberantas koruptor Misi 1. Membidik peserta Pemilihan Umum Legislatif 2009 agar bisa menerima keluh kesah, kritikan ataupun uneg-uneg masyarakat se- Jatim pada khususnya, se-Indonesia pada umumnya dalam konteks korupsi. 2. Mampu memberikan wadah kreatifitas dan mendidik sejak dini pada generasi muda, khusunya pelajar dan mahasiswa se-Jatim untuk ikut serta dalam kampanye anti korupsi. Minimal, memahami dampak dari bahaya laten korupsi. 3. Menumbuhkan kesadaran dan keberanian ke seleuruh elemen masyarakat untuk turut serta memberantas korupsi. TEMA Merdeka tanpa Korupsi NAMA KEGIATAN Kampanye Anti Korupsi

Pamflet Lomba Poster



Acara Lomba Poster dan Seminar Anti Korupsi terselenggara atas kerjasama Institut Teknologi Nasional Malang, Universitas Jember, Universitas Merdeka Madiun, Universitas Trunojoyo, Universitas Merdeka Surabaya, Universitas Darul Ulum Lamongan, Universitas Islam Kadiri, Universitas Mayjen Sungkono Mojokerto

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP